COVID vs CUPID
Hadapi semua dengan Kasih Sayang
5 Juni 2020
Pemerintah Indonesia mengumumkan untuk pertama kali adanya 2 pasien Covid di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020, sementara WHO mengumumkan bahwa Covid berstatus pandemic pada tanggal 11 Maret 2020. Secara Global berdasarkan pemantauan CSSE (Coronavirus Covid-19 Global cases) yang dilakukan oleh John Hopkins University, data per 5 Juni menunjukkan bahwa kasus Covid secara Global sudah mencapai 6.601.349 kasus, yang terjadi di 213 Negara, telah sembuh sebanyak 2.853.460 pasien dan telah memakan korban jiwa sebanyak 389.645 jiwa (data gissanddata.maps.arcggis.com) (Sumber liputan6.com05062020). Virus ini sangat menakutkan, disamping penyebarannya yang cepat, korbannya yang cukup besar, juga membuat perekonomian lumpuh. Semua negara mengembangkan protokol untuk melindungi warga dan negaranya dari terkena wabah ini. Aturan mulai diperketat, dari social distancing, work from Home, lock down, menghentikan semua moda transportasi, hingga mengontrol secara ketat pergerakan manusia. Walau berbagai upaya telah dilakukan, namun penyebaran virus ini sepertinya tak mdah dikendalikan. Banyak negara yang tadinya sudah memiliki kurva penyebaran yang menurun namun kembali waswas karena muncul penyebaran kembali, baik secara lokal maupun karena sumber penyebaran baru dari pendatang luar. Mirisnya, disisi lain studi dan riset menunjukkan untuk membuat vaksin dibutuhkan minimum waktu 2 tahun lamanya, karena membutuhkan beberapa tahapan uji klinis.
Mungkin tak banyak orang mengenal, Tasripin bocah umur 12 tahun asal sebuah dusun kecil di desa Gunung Lurah Kecamatan cilongok kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang hidup bersama ketiga adiknya sebatangkara tanpa ditemani oleh kedua orang tuanya. Ibu Tasripin telah lama meninggal dunia, sedangkan ayahnya terpaksa merantau ke Kalimantan dengan kakak tertua, bekerja untuk mencari nafkah dan sekali sekali mengirimkan uang ke Tasripin, dan itupun tak selalu rutin. Untuk menghidupi kebutuhannya dan ketiga adiknya tersebut, dengan terpaksa Tasripin harus putus sekolah dan bekerja sebagai buruh tani harian di desanya.
Menarik rasanya menyimak sebuah papan pengumuman yang dipasang oleh pemilik tanah sekitar Jl. Dr. Satrio Jakarta yang berbunyi “TANAH INI TIDAK DIJUAL”. Sebentuk pengumuman singkat dari pemilik tanah yang menyatakan secara tegas pada siapapun yang membaca bahwa pada saat ini tanah itu tidak dijual. Mungkin sudah banyak calo / broker serta pembeli yang telah bertanya kepada pemiliknya, apakah tanah ini dijual? Daripada lelah untuk menjawab, lebih baik menyampaikan secara tegas. Hal ini merupakan sebentuk komunikasi yang sederhana, tetapi menggambarkan keinginan yang jelas dari komunikatornya. Penggunaan kata “tidak” dan bukannya “belum” juga menunjukkan niatan yang tidak memberikan peluang untuk melakukan sebuah tawar menawar.
Ada yang unik pada saat meeting pagi dilaksanakan pada minggu terakhir menjelang liburan lebaran. Tidak hanya waktu meeting yang sedikit lebih panjang oleh karena banyaknya materi menjelang liburan yang harus dibahas, namun ada satu pertanyaan yang selalu saya ulang setiap tahunnya, yaitu siapa sajakah karyawan yang akan mudik di liburan lebaran kali ini? Ekspresi pertama yang muncul adalah hampir sebagian besar mengangekat tangannya, dan sebagian hanya terdiam, ada yang tersenyum, ada yang sedikit cemberut, bahkan ada yg kelihatan tertarik untuk bercerita lebih lanjut.
Hidup di Jakarta bagi sebagian orang mungkin sebuah mimpi, ada harapan yang muncul ketika sesorang berbicara tentang Jakarta. Terbayang oleh mereka adanya simbol-simbol kemakmuran disana, tapi bagi sebagian besar yang pernah tinggal di Jakarta, pandangan tersebut hanyalah sebuah fatamorgana. Jakarta adalah kota yang penuh dengan kemacetan, sudah bukan rahasia umum bila untuk menuju suatu tempat yg berjarak 2 atau 3 km, kadangkala membutuhkan lebih dari 1 jam perjalanan. “Tua di Jalan” sebuah istilah yang tak asing di telinga kita.
Siapa nih yang kentut?, suatu umpatan yang biasa dilakukan oleh seseorang ketika mencium suatu bau yang tak sedap diantara sekumpulan orang lain. Rupanya orang tersebut sedang membutuhkan sebuah pengakuan dosa, walaupun kenyataan bau yang sudah dihirup tak mungkin dengan mudah dihilangkan begitu saja. Apakah dengan pengakuan dosa, bau akan kembali menjadi harum? Jelas dan pasti tentu tidak jawabannya. Mungkin pengakuan dosa dibutuhkan sebagai bentuk katarsis yang dapat meringankan rasa bau dan kesal dihati. Disisi lain, memang sulit membayangkan bahwa yang kentut akan mengakuinya, kecuali pada saat kentut disertai dengan bunyinya. Apakah yang mencium akan memaafkannya setelah tahu, tentunya belum dapat dipastikan juga.
"Ya Tuhan, kenapa ku dilahirkan dan dibesarkan dalam kondisi yang berbeda dalam fisik, pikiran dan perbuatan, dengan Pak Dudung tetangga disebelah, dengan Sitorus anak buah dikantor, Surya Paloh bos Media Indonesia, atau SBY Presiden RI, apakah ini bagian dari KemahakuasaanMu, yang menciptakan keberagaman ini, kalau Ya, mengapa ada yang berfikiran bahwa segala sesuatunya kita harus sama?"
Berusaha mencapai bintang, mungkin menjadi tagline yang tak asing bagi karyawan sebuah perusahaan besar di Jakarta. Mencapai bintang merupakan sebuah perumpamaan yang ingin ditanamkan dan juga merupakan sebuah spirit positif yang memprovokasi setiap elemen karyawan untuk memiliki angan-angan bisa menggapai dan menjadi “bintang”. Tapi akhir-akhir ini kata bintang cenderung bukanlah menjadi suatu yang positif. Bintang selalu dilekatkan pada keberhasilan fisik berupa kekuasaan, kekayaan, dan ketenaran atau mengutip bahasa sosio politik upaya mencapai triangle “gold, gospel dan glory”.