×

Warning

JFolder::create: Could not create folder.Path: /home/semarawi/public_html/t3-assets/dev

Tuesday, 09 June 2020 00:00

COVID vs CUPID (Hadapi semua dengan Kasih Sayang)

Rate this item
(0 votes)

 

COVID vs CUPID

Hadapi semua dengan Kasih Sayang

5 Juni 2020

 

Pemerintah Indonesia mengumumkan untuk pertama kali adanya 2 pasien Covid di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020, sementara WHO mengumumkan bahwa Covid berstatus pandemic pada tanggal 11 Maret 2020. Secara Global berdasarkan pemantauan CSSE (Coronavirus Covid-19 Global cases) yang dilakukan oleh John Hopkins University, data per 5 Juni menunjukkan bahwa kasus Covid secara Global sudah mencapai 6.601.349 kasus, yang terjadi di 213 Negara, telah sembuh sebanyak 2.853.460 pasien dan telah memakan korban jiwa sebanyak 389.645 jiwa (data gissanddata.maps.arcggis.com) (Sumber liputan6.com05062020). Virus ini sangat menakutkan, disamping penyebarannya yang cepat, korbannya yang cukup besar, juga membuat perekonomian lumpuh. Semua negara mengembangkan protokol untuk melindungi warga dan negaranya dari terkena wabah ini. Aturan mulai diperketat, dari social distancing, work from Home, lock down, menghentikan semua moda transportasi, hingga mengontrol secara ketat pergerakan manusia. Walau berbagai upaya telah dilakukan, namun penyebaran virus ini sepertinya tak mdah dikendalikan. Banyak negara yang tadinya sudah memiliki kurva penyebaran yang menurun namun kembali waswas karena muncul penyebaran kembali, baik secara lokal maupun karena sumber penyebaran baru dari pendatang luar. Mirisnya, disisi lain studi dan riset menunjukkan untuk membuat vaksin dibutuhkan minimum waktu 2 tahun lamanya, karena membutuhkan beberapa tahapan uji klinis.

 

Ditengah kondisi tersebut, ternyata tidak semua memiliki kesiapan. Negara-negara Barat yang dikenal dengan kemajuan teknologi dan SDM nya pun, kelabakan dalam menghadapi Virus ini. Bahkan korban terbesar justru ada di AS sebanyak 1.872.557 jiwa dengan korban jiwa sebanyak 108.208 jiwa dan beberapa negara di Eropa Barat seperti Inggris dengan korban jiwa sebanyak 39.987 jiwa, di Italia 33.689 jiwa, Perancis 29.068 jiwa, dan negara di amerka latin seperti Brazil dengan korban jiwa sebanyak 32.548 jiwa. Sebenarnya ada apa dengan kondisi ini? Banyak spekulasi yang muncul, dari perang ekonomi AS China, dimana AS menganggap bahwa China sengaja menyebarkan virus ini, dan menganggap bahwa kebocoran ini berasal dari Lab Wuhan, yaitu kota di Provinsi Hubei China, dimana Virus pertama kali ditemukan. Sangkaan ini didukung oleh beberapa negara barat yang menjadi sekutu AS. Namun hal ini dibantah oleh pemerintah China, yang mengatakan bahwa Virus ini bukanlah hasil rekayasa Laboratorium, dan juga memberikan akses kepada WHO untuk melakukan pengecekan di laboratorium di Wuhan. Kondisi ini juga membuat ketegangan tidak hanya antara China dan AS, namun antara AS dengan WHO sebagai lembaga kesehatan dibawah PBB. AS menganggap bahwa telah terjadi konspirasi antara WHO dan China. Ujung-ujungnya AS menyatakan dirinya keluar dari WHO. Kondisi ini tentunya tidak menguntungkan bagi WHO, karena AS adalah negara pendonor terbesar terhadap aktivitas WHO.

 

Disisi lain, dalam dunia medis juga terjadi persaingan cukup ketat, dimana perusahaan-perusahaan obat dan vaksin berlomba-lomba mengumumkan temuan-temuan awalnya terkait riset vaksin dan obat. Setiap pengumuman berdampak pada naiknya harga saham perusahaan tersebut, dan melambungkan nama negara dimana perusahaan itu berada. Apalagi beberapa riset menyebutkan ternyata ada berbagai variasi genom Virus ini yang diberi kode A, B dst. Dimana genom Virus disebuah negara belum tentu sama dengan yang menyebar di negara lainnya. Wow menarik juga virus ini, selain tidak bisa ditebak penyebarannya, namun membuat dunia kalang kabut akan penyebarannya, karena faktanya sampai sekarang belum jelas temuan vaksin dan obatnya.

 

Mirisnya sudah ratusan ada akademisi penerima Nobel Dunia dibidang Medis, bio-teknologi, Nanomolekuler, Kimia dll, namun mengapa tak cepat bisa ditemukan antivirusnya. Menjadi tanda tanya besar bagi orang awam di seantero dunia. Jawaban yang normatif muncul adalah, buat antivirus bukan simsalabim, bukan proses instant, butuh uji ini dan itu, butuh dicoba di hewan dan manusia, butuh dana yang besar, butuh regent virus yang tidak mudah di dapat, butuh lab yang perlatannya lengkap, butuh dukungan negara degan dana besar, butuh dukungan pasien untuk uji coba, dan puluhan bla… bla.. lainnya. Namun pandemic tetaplah pandemic, dimana setiap hari warga terinformasikan penambahan jumlah korban, baik meninggal maupun korban baru yang terpapar. Walapun grafik kesembuhan meningkat, namun kesembuhan tersebut bukanlah murni kaena obat, namun karena tubuh menciptakan imune nya sendiri. Sementera itu, perekonomian yang terhenti cukup panjang karena lockdown atau kebijakan pengetatan pergerakan manusia. Hal ini menyebabkan masyarakat yang tidak memiliki kemampuan ekonomi mengeluh. Banyak korban PHK. Di indonesia saja, korban PHK hingga bulan Juni 2020 telah mencapai kisaran 6 juta orang. Bila korban PHK memiliki kemampuan bertahan hingga 3 bulan saja, itu sudah dianggap bagus. Namun pandemic tentunya tetaplah pendemic. Tak mudah bagi pemerintah membuat kebijakan untuk membuka dan menutup pergerakan orang. Berbagai protokol sdh disosialisasikan, namun tuntutan perut kadangkala membuat semua ketentuan yang ada di protokol sering dilanggar. Disamping tuntutan perut, mental dan prilaku sangat berpengaruh bagi kedisiplinan menjalankan protokol ini. Apalagi mental dan prilaku disertai oleh waham terhadap pemikiran Ketuhanan yang menyesatkan.

 

Bagi yang memiliki kemampuan ekonomi, tentunya pilihan untuk tinggal di rumah dan meminimalkan interaksi dengan dunia luar adalah solusi yang paling tepat diambil, namun sebagai manusia pekerja dan pendapatan dihasilkan sebagai upah menjadi karyawan di perusahaan, tentunya menerapkan Work From Home (WFH), tidaklah semudah yang dibayangkan. Perusahaan perlu survive, dan butuh tenaga kerja. Sementara Virus selalu mengintai dimana2. Membuat Parno siapapun yang akan keluar dari lingkungan rumahnya yang aman menuju tempat kerjanya. Beberapa industri mau tidak mau harus tetap bekerja, seperti industri makanan dan bahan makanan, industri obat-obatan dan penjualannya, industri alat-alat medis, industri transportasi angkutan barang dll. Namun berapa persen populasi di area tersebut dibandingkan keseluruhan populasi pekerja. Disisi lain rakyat masih butuh pasar untuk membeli kebutuhan makanan pokok. Rakyat terpaksa banyak yang harus memasak sendiri, yang dahulunya bisa beli di warung dan makan di warung. Covid ini ibaratnya sebagai lingkaran setan perekonomian, karena memberi efek snowbal (bola salju) dari hili ke hulu perekonomian. Petani bisa menghasilkan sayur mayur, namun ketika panen tiba langka transportasi untuk membawa kepasar, yang ada ditawar murah oleh tengkulak. Dan bila mampu membawa ke pasar, pembeli tak banyak yang datang.

 

Covid ternyata membawa dampak yang besar pada perubahan kehidupan manusia. Beberapa pola yang berubah adalah; 1. Pola makan berubah, karena banyak warung dan resto yang tutup, dan tidak diperkenakan untuk makan di tempat. 2. Pola kerja berubah, yang dari face to face meeting menjadi menggunakan media digital. 3. Pola sosial berubah, banyak yang tidak dapat berkunjung ke sanak saudara, bersilaturahmi, karena tisak memugkinkan melakukan kunjungan. Demikian pula hubungan antar sahabat tampaknya tidak mudah dilakukan dengan kongkow-kongkow bersama di cafe atau resto seperti-seperti sebelumnya. 4. Pola konsumsi berubah, yang dahulunya masih ada dana yang dibutuhkan untuk membeli pakaian, beserta asesorinya, sekarang berubah menjadi membeli sembako, home care dan personal care. 5. Pola Investasi berubah, yang tadinya banyak berinvestasi ke properti, dan membeli alat transportasi, sekarang banyak yang memilih untuk  menyimpan uangnya secara konvensional baik menabung di bank maupun dengan memegang Cash Money. 6. Pola Hidup sehat berubah, yang dahulunya jarang minimum Vitamin, sekarang minum setiap hari. Yang dahulunya jarang berolahraga tiba-tiba mendadak dangdut jadi atlit. Yang tidak pernah berjemur karena takut hitam, tiba-tiba ingin seperti orang afrika. 7. Pola Rekreasi berubah, yang dahulunya suka rekreasi ke daerah, sekarang hiburan hanya nonton TV pada channel berbayar atau menggunakan Netflix. Yang tadinya suka opera dan konser berubah menjadi suka menonton Drakor (Drama korea). 8. Pola kesenangan/hobi berubah, yang tadinya hobbi jalan-jalan berubah menjadi bercocok tanam, yang tadinya suka kuliner tapi beli, sekarang semua berubah peran menjadi chef dirumahnya. 9. Pola kepedulian berubah, yang tadinya cuek terhadap kondisi rekan atau masyarakat sekitar, sekarang menjadi agen tanggung jawab sosial (Social responsibilities Agents). Ikut aktif membagikan sembako, ikut aktif melakukan ronda, ikut aktif membagikan alat pelindung diri (APD). 10. Pola ekonomi berubah, yang dahulunya malu-malu untuk sekedar berjualan, sekarang apapun yang bisa dijual akan ditawarkan, minimum kepada sahabat atau teman. 11. Pola penjualan berubah, yang dahulunya dominan melalui warung, minimarket dan supermarket berubah menjadi penjualan online.


Namun kesemua dampak tadi tentunya tidak berdampak hanya secara fisik, seperti munculnya banyak penyakit penyerta. Namun membawa dampak psikis juga. Emosi semakin tak stabil, tingkat kejenuhan dan kebosanan meningkat, galau terhadap masa depan, cuek terhadap kondisi, kepasrahan meningkat, doa semakin khusuk walau dilakukan di rumah, gereja tutup, masjid tutup, pura tutup, Cafe dan karaoke tutup, mau karaoke dirumah ribut sama tetangga, mau main ke tetangga harus covid test dulu, sesak nafas karena CO2, sebagai akibat terlalu lama menggunakan masker dan sering buka tutup masker, capai cuci tangan, setiap area check suhu dan semprot desinfektan, takut ke dokter hanya karena takut penyakitnya ada di klinik dan Rumah sakit, takut ke dokter karena dokternya pun kadangkala ada yang takut mengobati, takut ke dokter karena dokter pakai pakaian astronaut, takut ke dokter sakit flu biasa disangka covid,  takut mendengar suara sirene karena jangan-jangan tetangga yang diangkut ambulan, takut baca berita karena lihat grafik yang sakit dan meninggal nggak turun-turun, takut sama orang batuk padahal dia gatal karena kebanyakan minum sirop, mau beli masker nggak sanggup gara2 mendadak naik dari 50 ribu 50 pcs menjadi 300 hingga 400 ribu, takut di rapid test karena takut dikarantina,  mau mudik nggak bisa karena di desa di karantina di rumah berhantu, Semuanya membuat parno, dan semua saluran katarsis tersumbat. Makanya salah satu penghambat kesembuhan adalah stress padahal kalau tak stress imun bisa menang melawan covid.


Ketika sakit dan menular semua menghindar, makanya dekati hal ini dengan kasih sayang, seperti layaknya sang cupid memanah jantung hati sang kekasih. Jangan perlakukan pasien seperti orang yang besok akan mati,  beraktivitaslah seperti biasa dengan tetap ikuti saja protokol yang ada, jaga jarak, jaga imun, selalu cuci tangan, lebih baik menghindar dari kerumunan, minum dan makan makanan yang bergizi, selalu happy, hibur korban dengan semangat dan kasih sayang, jangan melakukan stigmatisasi, bantu keluarganya dengan makanan dan sembako, jalankan karantina dengan baik, kirim info-info yang memberi semangat, jangan sebarkan ketakutan di media sosial, saling mendukung dan mengingatkan untuk hidup sehat, jangan menyarankan sesuatu yang anda nggak paham terutama terkait dengan hal yang bersifat medis, dan para pelaku bisnis jangan aji mumpung saatnya saling berbagi dan membantu, dan banyak aktifitas positive lainnya yang didasarkan pada rasa kasih sayang seperti layaknya sang Cupid memanah jantung hati sang kekasih. Dengan melakukan ini artinya kita sedikitnya telah membantu tenaga medis yang telah mengorbankan waktu, kebahagiaan, kehidupan pribadinya hingga jiwa dan raganya. Semoga semua cepat pulih seperti sedia kala.   

 

 

                                      

 

Last modified on Tuesday, 09 June 2020 23:00
Super User

Tolong komentar dengan kata-kata yang tidak menyinggung

Login to post comments