All article
Office Politics yang Destructive
Ajang Pekerja Tak Kompeten
9 Juni 2020
“Persahabatan bagai kepompong, lalu berubah menjadi kupu-kupu”, adalah lirik sebuah lagu yang cukup trendy di akhir tahun 2010-an.
Mengamati perubahan ulat yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu sangatlah menarik. Siklus kehidupan terlihat tampak sederhana, namun yang tak terbayang adalah bagaimana perubahan dari seekor ulat, yang kadangkala menjijikkan, menggelikan dan bahkan menakutkan bisa berubah menjadi kupu-kupu yang indah dan berwarna-warni. Transedentalnya, itulah kemahakuasaan Tuhan.
Transformasi kepompong kupu-kupu ini dapat dipersonifikasikan ketika seseorang mengalami perubahan dari sesuatu yang terkesan kurang menarik, kurang baik, kurang sesuai dengan pandangan umum yang ada dan bahkan mungkin kurang disukai oleh pihak lainnya, berubah menjadi sesuatu yang menarik, disukai dan dapat diterima oleh pihak lainnya. Namun seperti yang diuraikan diatas , proses perubahannya tentunya memiliki tahapannya sendiri, yang kadangkala tak banyak diketahui oleh pihak lainnya. Perubahan apa yang terjadi pada seekor kupu-kupu ternyata memerlukan beberapa tahapan yaitu dari telur, berubah menjadi larva/caterpillar, larva ini tumbuh menjadi ulat dan memakan daun dimana telur tersebut berada, selanjutnya pada fase tertentu ulat itu berubah menjadi kepompong, bertahan hingga beberpa hari lalu menetas menjadi kupu-kupu. Pada saat menetas, sayap kupu-kupu masih dalam kondisi lunak, kurang lebih tiga atau empat jam kemudian mulai menguat sejalan dengan terpompanya darah ke seluruh jaringan sayap.
COVID vs CUPID
Hadapi semua dengan Kasih Sayang
5 Juni 2020
Pemerintah Indonesia mengumumkan untuk pertama kali adanya 2 pasien Covid di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020, sementara WHO mengumumkan bahwa Covid berstatus pandemic pada tanggal 11 Maret 2020. Secara Global berdasarkan pemantauan CSSE (Coronavirus Covid-19 Global cases) yang dilakukan oleh John Hopkins University, data per 5 Juni menunjukkan bahwa kasus Covid secara Global sudah mencapai 6.601.349 kasus, yang terjadi di 213 Negara, telah sembuh sebanyak 2.853.460 pasien dan telah memakan korban jiwa sebanyak 389.645 jiwa (data gissanddata.maps.arcggis.com) (Sumber liputan6.com05062020). Virus ini sangat menakutkan, disamping penyebarannya yang cepat, korbannya yang cukup besar, juga membuat perekonomian lumpuh. Semua negara mengembangkan protokol untuk melindungi warga dan negaranya dari terkena wabah ini. Aturan mulai diperketat, dari social distancing, work from Home, lock down, menghentikan semua moda transportasi, hingga mengontrol secara ketat pergerakan manusia. Walau berbagai upaya telah dilakukan, namun penyebaran virus ini sepertinya tak mdah dikendalikan. Banyak negara yang tadinya sudah memiliki kurva penyebaran yang menurun namun kembali waswas karena muncul penyebaran kembali, baik secara lokal maupun karena sumber penyebaran baru dari pendatang luar. Mirisnya, disisi lain studi dan riset menunjukkan untuk membuat vaksin dibutuhkan minimum waktu 2 tahun lamanya, karena membutuhkan beberapa tahapan uji klinis.
Pilar pertama adalah organisasi, sebuah konstruksi sosial yang mengatur kumpulan orang-orang dengan tujuan yang sama. Dari berbagai referensi dan benchmark, dapat disimpulkan bahwa sistem manajemen HR yang world class adalah yang bisa memastikan organisasi cukup lean, simple dan efektif sehingga bisa mencapai tujuannya dengan baik. MeeYan CheungJudge and Linda Holbeche (c) 2011, dalam bukunya Organization Development: A Practitioner’s Guide for OD and HR yang dengan komprehensif merangkum seluruh sejarah, teori dan best practice yang ada mengenai pengembangan organisasi menyatakan bahwa organisasi haruslah lean yang secara sederhana dapat diartikan menciptakan lebih banyak value dengan sumber daya yang lebih sedikit. Untuk bisa mencapai itu organisasi haruslah cukup simple (sederhana) namun efektif dalam menjalankan fungsi-fungsi-nya. It’s easier said than done, banyak sekali elemen dari organisasi yang harus didiagnosa, dianalisa dan dikembangkan agar bisa efektif, dibangun cukup sederhana sehingga dapat menjadi sebuah organisasi yang lean. Sebagai organisasi, fungsi HR juga harus menerapkan prinsip yang sama. Salah satu elemen dari organisasi yang sangat penting dan berkaitan dengan fungsi HR tentu saja adalah people atau sumber daya manusia-nya (SDM), sebagai pilar kedua.Sebuah Manajemen HR yang world class tentu saja harus didukung oleh SDM HR yang world class. Dave Ulrich dalam seriHuman Capital Study (HCS)-nya yang terbaru dan termuat dalam bukunya HR from the Outside In mengemukakan enam kompetensi yang harus dimiliki oleh praktisi HR yang world class: Strategic Positioner, Credible Activist, Capability Builders, Change Champions, HR Innovator & Integrator dan Technology Proponent. Seorang praktisi HR yang memiliki kompetensi strategic positioner berarti mampu menerjemahkan ekspektasi pelanggan dalam bentuk inisiatif HR (decoding customer expectation), duduk bersama dengan manajemen lini dalam mengembangkan agenda strategis organisasi (Co-crafting strategic agenda) dan secara lihai memahami konteks global dan menyerapnya dalam praktek-praktek HR (Interpreting Global Context).Pembahasan lebih detil untuk kompetensi lainnya akan dibahas di lain kesempatan, namun yang menjadi poin disini adalah jika KG ingin agar praktisi HR-nya berkelas dunia, maka enam kompetensi tersebut haruslah masuk dalam kamus kompetensi versi KG, baik secara implisit maupun eksplisit. Setelah organisasi dan SDM didalamnya yang berikutnya adalah mengenai budaya-nya. Tidak ada benar atau salah soal pilar ketiga ini karena budaya organisasi dapat berbeda antara satu dan yang lainnya, namun yang membedakan mereka yang world class dengan yang bukan adalah pada internalisasi budaya tersebut. Manajemen HR yang world class mampu memastikan budaya organisasi dapat terinternalisasi dengan baik melalui sebuah manajemen perubahan (change management) yang komprehensif dan konsisten. Hal ini terkait dengan kompetensi Change Champion yang harus dimiliki oleh praktisi HR diatas, yakni kemampuan untuk menginisiasi perubahan (initiating change) dan mempertahankan keberlangsungan perubahan (sustaining change). KG telah memiliki budaya organisasi yang cukup bagus dan telah terbukti dalam membawa perusahaan ini survive selama lebih dari setengah abad dan terus berkembang dengan menjanjikan. Tantangan klasik utama-nya dari organisasi yang semakin membesar adalah satu: memastikan budaya tersebut terinternalisasi dengan baik ke seluruh elemen di organisasi yang semakin banyak dan semakin kompleks. Pilar keempat dan terakhir yang akan dibahas lebih mendalam pada tulisan-tulisan berikutnya adalah mengenai sistem HR yang dibangun melalui bisnis proses HR yang standard dan world class.
Arki Sudito
Staff to Corporate HR Director
Jakarta, 13 March 2014
Visi – Misi KG 2020: ‘To become the biggest, the best,the most integrated and wide spread corporation in South East Asia through knowledge base industry to create well educated society, enlighten and respect to cultural differences and social welfare.’ Pertanyaan, dan sekaligus harapan, besar dari Top Management Kompas Gramedia (KG) adalah bagaimana dan sejauh apa Fungsi HR dapat berkontribusi dalam mewujudkannya. Syarat utama untuk dapat menjadi perusahaan yang terbesar, terbaik dan terintegrasi di level Asia Tenggara adalah satu: memenangi persaingan dengan kompetitor sejenis.
Melihat lini bisinis KG yang cukup bervariasi mulai dari bisnis media sebagai core business(yang bahkanmaturity level-nya berbeda-beda antar platform) hingga bisnis hospitality & resorts yang sedang dalam tahap ekspansi, tantangan utama pertama untuk mewujudkan visi dan misi tersebut adalah mengatasi kompleksitas yang ada. Tantangan utama kedua adalah menghadapi persaingan dari korporasi lain (baik head to head competitor maupun bukan) yang memiliki skala bisnis yang sama atau bahkan lebih besar dari KG, baik yang masih bermain di level lokal/nasional, regional maupun yang sudah mencapai level multinasional. Bersaing dengan yang masih di level lokal/nasional mungkin kita masih cukup percaya diri dengan usia KG yang sudah mencapai setengah abad and still going strong. Namun jika sudah bersaing dengan korporasi level regional ataupun multinasional, keadaan akan menjadi lebih menantang karena dua alasan utama: 1. ‘Mereka’ (korporasi regional dan multinasional tersebut) sebagian besar sudah berpengalaman dalam mengatasi kompleksitas yang ada, baik dari segi variasi lini usaha maupun pengelolaan lintas batas negara, sebuah kompleksitas yang KG belum teruji; 2. ‘Mereka’ dapat berada di posisi mereka saat ini sebagai karena mereka telah terbukti berhasil memenangi persaingan dengan korporasi sejenis, bahkan melewati lintas batas negara, lagi-lagi sesuatu yang KG belum memiliki pengalaman yang memadai.
Nah, kembali ke pertanyaan atau harapan awal diatas, yang fungsi HR bisa kontribusikan secara signifikan sebagai permulaan adalah satu: to level the playing field, menyamakan posisi start, jika mengibaratkan persaingan bisnis level regional atau multinasional sebagai sebuah perlombaan lari. ‘Mereka’ yang sudah berpengalaman tentu saja pasti memiliki posisi start yang lebih baik karena telah memiliki sistem manajemen yang standard, namun cukup fleksibel untuk dilakukan tailor made sesuai dengan kondisi masing-masing negara, yang telah terbukti berhasil dalam membantu organisasi mencapai tujuannya. Sebuah sistem yang telah melalui Plan-Do-Check-Action berulang-ulang kali sehingga dapat mencapai tingkatan yang disebut sebagai best practice, leading practice atau yang juga dikenal sebagai world class system. Hal ini tentu saja juga berlaku sama mengenai sistem manajemen HR. Untuk bisa memiliki posisi start yang sama, fungsi HR di KG juga harus menerapkan sistem manajemen HR yang world class.
Pertanyaan berikutnya adalah: ‘bagaimana mengembangkan sebuah sistem manajemen HR di KG yang world class?’. Setelah melakukan berbagai benchmark dan studi yang cukup komprehensif, pengembangan dilakukan melalui empat pilar dalam framework berikut:
Penjelasan lebih lanjut dapat ditemui di seri tulisan berikutnya.
Arki Sudito
Staff to Corporate HR Director
Jakarta, 11 March 2014
Sejatinya saya adalah penggila sepakbola. Bagi saya sepakbola adalah luarbiasa. Bahkan, kalo mau jujur, organisasi FIFA alias Presiden FIFA lebih berkuasa di dunia ini dibanding presiden-presiden yang ada atao yang lainnya. Tunjuk saja, apabila sebuah negara mencampuri urusan sepakbola, maka Presiden FIFA langsung mengeluarkan maklumat untuk mengucilkan negara itu dari hingar bingar sepak bola sejagat. Embargo ini bisa jadi sebuah yang meyesakkan bagi negara yang terkena sanksi FIFA tersebut.
Memori saya seakan terbawa pada suatu subuh, yaitu pada final Piala Dunia 1986, Argentina vs Jerman Barat. Sebelum final itu, saya sudah rajin membaca Tabloid BOLA, sebuah media terkemuka di tanah ar, yang menyajikan informasi dan berita tentang olahraga terutama sepakbola. Jelas sekali, pemberitaan pada media tersbut, lebih banyak bercerita tentang seorang pemain sepakbola hebat bernama Diego Armando Maradona, sang kapten Argentina. Saking penasarannya, saya tak pernah lupa, bahkan saat menulis notes ini, bagaimana umpan terobosannya ke depan, diselesaikan dengan sempurna oleh Burruchaga. Argentina 3, Jerbar 2 dan terus bertahan sampe akhirnya saya melihat Maradona mengangkat Trophy Piala Dunia tersebut. Sejak itu, saya begitu memfavoritkan Argentina dan Maradona. Bahkan saya begitu bersemangat, mengikuti berita tentang Argentina ataupun Maradona dengan Napolinya. Singkat cerita, saya adalah fans Napoli karena Maradona.
Dalam sebuah pelatihan EQ (kecerdasan emosi) sering ditemukan sesi-sesi dimana pesertanya diharapkan dapat menceritakan sekelumit pengalaman pribadinya yang sangat berkesan sepanjang hidupnya. Pada awalnya banyak yang ragu untuk berbagi, ada ketidaknyamanan untuk menceritakan apa yg dipendamnya selama ini dan diceritakan ke seseorang atau sekelompok orang yang baru dikenalnya beberapa hari sebelumnya. Memang tidak mudah bagi siapapun untuk bisa langsung terbuka, apalagi untuk hal-hal yang menurutnya tak menjadi prestasi baginya. Ada kekhawatiran bila orang lain akan menganggap keterbukaan itu sebagai sebuah aib yang dapat merugikan bagi yang menceritakannya. Makanya ketika mentor dalam pelatihan tersebut menyampaikan keinginan tersebut, tidak banyak peserta yang berani mengacungkan tangan untuk memulainya.
Success is walking from failure to failure with no loss of enthusiasm.
Winston Churchill
Beberapa tahun yang lalu, sebelum grup lawak Srimulat bubar, saya pernah menonton adegan lucu ketika Tarzan tokoh utama episode saat itu bertanya kepada seorang pelawak lainnya yang berperan sebagai “batur” atau pembantu rumah tangga. Pertanyaannya sangat sederhana, tapi kualitasnya pertanyaannya mungkin akan membuat seorang professor akan mengernyitkan dahinya. Ia bertanya, bagaimana memberantas kemiskinan di Indonesia? Tentunya pertanyaan ini tidak mudah dijawab oleh seorang professor ekonomi dan bahkan presiden sekalipun, karena butuh berpuluh-puluh tahun untuk bisa merumuskan kebijakan yang belum tentu juga berhasil diimplementasikan agar bisa mengentaskan kemiskinan. Jawaban tak terduga dari pertanyaan itu dan sedikit kejam namun membuat kita tersenyum adalah sangat sederhana, yaitu “bunuhi saja yang miskin-miskin”. Walaupun terkesan kejam dan melanggar HAM, jawaban yang disertai canda terkesan pragmatis sifatnya.
Setelah melampaui fase perjuangan setengah abad pertama, ditengah-tengah adanya perasaan bersyukur, tersirat ada pekerjaan rumah cukup berat yang harus dipikirkan dan dijalankan Kompas Gramedia (KG) ke depan. Persaingan yang sangat ketat menuntut setiap unit usaha KG untuk bekerja lebih keras melebihi apa yang telah dilakukan sebelumnya. Tujuannya tentuagar pencapaian menjadi lebih baik, bertumbuh dan berkembang sesuai visi yang ditetapkan.
Menghadapi tantangan ke depan, setiap unit bisnis sejatinya memetakan ulang apa saja kebutuhan bisnis jangka panjangdan bagaimana cara untuk mencapainya. Dalam rangka tersebut, tentunya setiap elemen dalam unit bisnis KG terutama SDM-nya harus bertransformasi. SDM dipastikan harus lebih produktif dan profesional.