Office Politics yang Destructive
Ajang Pekerja Tak Kompeten
9 Juni 2020
“Persahabatan bagai kepompong, lalu berubah menjadi kupu-kupu”, adalah lirik sebuah lagu yang cukup trendy di akhir tahun 2010-an.
Mengamati perubahan ulat yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu sangatlah menarik. Siklus kehidupan terlihat tampak sederhana, namun yang tak terbayang adalah bagaimana perubahan dari seekor ulat, yang kadangkala menjijikkan, menggelikan dan bahkan menakutkan bisa berubah menjadi kupu-kupu yang indah dan berwarna-warni. Transedentalnya, itulah kemahakuasaan Tuhan.
Transformasi kepompong kupu-kupu ini dapat dipersonifikasikan ketika seseorang mengalami perubahan dari sesuatu yang terkesan kurang menarik, kurang baik, kurang sesuai dengan pandangan umum yang ada dan bahkan mungkin kurang disukai oleh pihak lainnya, berubah menjadi sesuatu yang menarik, disukai dan dapat diterima oleh pihak lainnya. Namun seperti yang diuraikan diatas , proses perubahannya tentunya memiliki tahapannya sendiri, yang kadangkala tak banyak diketahui oleh pihak lainnya. Perubahan apa yang terjadi pada seekor kupu-kupu ternyata memerlukan beberapa tahapan yaitu dari telur, berubah menjadi larva/caterpillar, larva ini tumbuh menjadi ulat dan memakan daun dimana telur tersebut berada, selanjutnya pada fase tertentu ulat itu berubah menjadi kepompong, bertahan hingga beberpa hari lalu menetas menjadi kupu-kupu. Pada saat menetas, sayap kupu-kupu masih dalam kondisi lunak, kurang lebih tiga atau empat jam kemudian mulai menguat sejalan dengan terpompanya darah ke seluruh jaringan sayap.
Success is walking from failure to failure with no loss of enthusiasm.
Winston Churchill
Beberapa tahun yang lalu, sebelum grup lawak Srimulat bubar, saya pernah menonton adegan lucu ketika Tarzan tokoh utama episode saat itu bertanya kepada seorang pelawak lainnya yang berperan sebagai “batur” atau pembantu rumah tangga. Pertanyaannya sangat sederhana, tapi kualitasnya pertanyaannya mungkin akan membuat seorang professor akan mengernyitkan dahinya. Ia bertanya, bagaimana memberantas kemiskinan di Indonesia? Tentunya pertanyaan ini tidak mudah dijawab oleh seorang professor ekonomi dan bahkan presiden sekalipun, karena butuh berpuluh-puluh tahun untuk bisa merumuskan kebijakan yang belum tentu juga berhasil diimplementasikan agar bisa mengentaskan kemiskinan. Jawaban tak terduga dari pertanyaan itu dan sedikit kejam namun membuat kita tersenyum adalah sangat sederhana, yaitu “bunuhi saja yang miskin-miskin”. Walaupun terkesan kejam dan melanggar HAM, jawaban yang disertai canda terkesan pragmatis sifatnya.
Setelah melampaui fase perjuangan setengah abad pertama, ditengah-tengah adanya perasaan bersyukur, tersirat ada pekerjaan rumah cukup berat yang harus dipikirkan dan dijalankan Kompas Gramedia (KG) ke depan. Persaingan yang sangat ketat menuntut setiap unit usaha KG untuk bekerja lebih keras melebihi apa yang telah dilakukan sebelumnya. Tujuannya tentuagar pencapaian menjadi lebih baik, bertumbuh dan berkembang sesuai visi yang ditetapkan.
Menghadapi tantangan ke depan, setiap unit bisnis sejatinya memetakan ulang apa saja kebutuhan bisnis jangka panjangdan bagaimana cara untuk mencapainya. Dalam rangka tersebut, tentunya setiap elemen dalam unit bisnis KG terutama SDM-nya harus bertransformasi. SDM dipastikan harus lebih produktif dan profesional.